Selasa, 22 Januari 2008

Patung trowulan





Puaskan ‘Dahaga’ Masa Silam di Trowulan
Jika Anda mengidamkan nuansa khas kerajaan Majapahit di masa lampau, temukan impian Anda di Jl. Raya Trowulan, Mojokerto. Sejenak, pemahat patung di sepanjang jalan itu akan memuaskan ‘dahaga’ kerinduan di masa silam.

Suguhan klasik nan unik tertangkap cermat ketika sepasang mata tertuju pada seniman pemahat batu di sentral peninggalan kerajaan Majapahit, Mojokerto. Malah kesan primitif seolah cukup lekang pada sosok seniman batu di era serba moderen ini. Toh, bagi mereka apalah arti sebuah kemoderenan jika mampu menghasilkan uang untuk menyambung hidup.
Titisan kemampuan leluhur dianggap sebagai percikan awal sumber rejeki untuk para keturunannya. Dari kemampuan turun-temurun itulah yang mengilhami sebagai besar masyarakat di sekitar Trowulan menggantungkan nasibnya untuk mendapatkan rejeki dari hasil pahatan.
Entah berapa seniman pahat batu yang menggeluti bisnis ini, yang jelas bagi mereka yang bermodal palu dan paju (betel) sudah mampu mengukir batu sesuai harapan dan pesanan untuk dipasarkan. Tak perlu waktu lama untuk menjadi pemahat batu, “Asal ada kemauan dan sedikit jiwa seni, dengan belajar satu bulan kita sudah mahir membuat patung sendiri,” kata Usman, salah seorang pemahat asal Pasuruan.

Untuk membuat sesosok patung layak jual, bukanlah hal gampang yang tinggal memahat aneka macam batu. Paling penting harus memahami jenis batu pahatan, idealnya ada tiga tipikal batu yang didatangkan dari Pacitan yang terdiri dari batu hitam, batu hijau, dan batu merah.
Ketika pengenalan batu sudah dikuasai, proses pembuatan patung terbagi tiga tahapan. Tahapan pertama memahat patung, kedua biasa disebut ngraeni alias mengatur lekuk wajah agar nampak jelas, langkah ketiga menghaluskan patung dan terkadang pemberian warna dengan cat. Umumnya per tahapan ini dikerjakan oleh ahli masing-masing bagian.
Ketika tahapan-tahapan itu dilalui dengan mulus, tak heran bila hasil kerja keras itu setaraf dengan uang sebesar Rp. 1 sampai 3 juta, bergantung tingkat kesulitan dan ukuran patung. Bali, bisa disebut sebagai wilayah terbesar untuk pemesan patung berkarakter kepala Budha, Dewa Shiwa, Budha Gundul, serta Budha Tidur. Karena nilai rupiah yang dihasilkan cukup besar, salah satu home industry di wilayah Jati Sumber yang sudah berdiri sejak 1974 kini mempunyai sekitar 15 pekerja setiap hari. Rata-rata penghasilan yang diterima para pekerja antara Rp.50-300 ribu, besar skecilnya pendapatan itu bergantung jenis dan ukuran pahatan.




foto by : Heri Chayo

Tidak ada komentar: